Senin, 02 April 2012

Potensi Gempa di Patahan Sumatra

Menelusuri Paleo-Seismic di Sumatra

Menelusuri jejak gempa purba merupakan salah satu upaya manusia memprediksi gempa, walaupun sampai detik tulisan ini saya terbitkan belum ada satupun ahli gempa yang mampu memprediksi gempa. Namun usaha manusia kearah situ terus dilakukan. Gempa-gempa besar yang terjadi di masa lalu besar dugaan akan terulang lagi di masa yang akan datang. Atas dasar pinjakan ini, beberapa ahli gempa mencoba menelusuri kejadian2 gempa masa lalu yang belum tercatat dalam sejarah. Ketika terjadi gempa besar, biasanya akan diikuti dengan deformasi permukaan bumi sekitar kawasan gempa. Untuk zaman sekarang perubahan permukaan ini bisa diamati dengan GPS Geodetik L1 & L2, namun bagaimana dengan zaman baheluak dulu? ??? kan dulu belum ada GPS. Tapi tenang dulu bro2, sis2, mas2, bapak2, ibu2, dan sahabat sekalian. Jawaban untuk masalah tersebut ada pada terumbu karang Microatoll.


Terumbu Karang Microatoll
Microatoll adalah kelompok terumbu karang yang pertumbuhannya secara vertikal sangat bergantung pada tinggi rendahnya pasang surut rata-rata air laut. Dengan mempelajari marfologi permukaan microatoll maka bisa ditentukan kapan permukaan air laut naik dan kapan permukaan air laut surut. Naik dan turunnya permukaan air laut mengindikasi ada perubahan permukaan (deformasi)  secara vertikal karena gempa bumi. Deformasi ini terekam pada bentuk marfologi terumbu karang microatoll, sehingga penelitian ini lebih menjurus kepada penelitian rekaman biologi daripada geologi (Sieh, 2007). Pada Gambar 1, di bawah ini terlihat permukan tanah naik di kawasan pinggir pantai kepulauan Simeulue setelah gempa Desember 2004.

 
Gambar 1. Permukaan yang naik setelah gempa Desember 2004 (Sieh K, 2007)

Microatoll yang berfungsi sebagai paleo-seismic dan paleo-geodetic sekarang menjadi objek penelitian para pakar ilmu Gempa untuk menerusuri jejak gempa masa lalu dari deformasi permukaan tanah. Microatoll yang akan tumbuh vertikal sampai batas permukaan air laut rata2 yang malah terendah, selebihnya pertumbuhan microatoll bersifat horizontal atau menyamping. Gambar 2 berikut ini menunjukkan karang microatoll yang mengalami kenaikan permukaan tanah sehingga pertumbuhan lingkar luar lebih rendah dari lingkat tengah.
Gambar 2. Karang mikroatoll yang mengalami perubahan karena naiknya permukaan tanah (Sieh K, 2007)

Untuk mengetahui kapan terjadinya gempa, proses selanjutnya yang harus dilakukan adalah penanggalan (dating). Dari proses dating terhadap microatoll tersebut maka akan diketahui kapan terjadinya naik dan turun permukaan tanah karena gempa, ini berarti kita akan mengetahui kapan terjadinya gempa pada masa lalu.


Gempa Purba di Sumatra
Setelah dilakukan analisis terumbu karang microatoll dan berdasarkan data2 sejarah gempa, ternyata sudah terjadi beberapa gempa pada masa lalu. Berapa dari gempa tersebut malah memiliki rekahan (rupture) yang sama dengan gempa-gempa sebelumnya. Panjangnya rekahan (rupture) dapat ditentukan dari naik-turunnya permukaan tanah (analisis terumbu karang microatoll) di sepanjang zona gempa. Seperti terlihat pada gambar 3 di bawah ini. Gempa Padang 1797 rekahannya overlapping dengan gempa Bengkulu 1833, demikian juga dengan gempa Nias Simeulue 2005 yang rekahannya berada pada posisi hampir sama dengan gempa Simeulu 1861 dan 1907.
 
Gambar 3. Beberapa gempa besar yang pernah menimpa Sumatra (Sieh K, 2007)

Gempa Aceh-Andaman Desember 2004, berbeda dengan gempa2 lain. Gempa Aceh-Andaman berdiri sendiri, ini bermakna bahwa telah lama terjadi seismic gap di sekitar pantai barat Aceh. Seismic Gap adalah kawasan2 yang telah lama tidak terjadi gempa dan energi yang terkumpul sekian lama tidak terlepaskan. Seismic Gap menjadi kawasan yang ditakutkan karena apabila di zona subduksi aktif lama tidak terjadi gempa maka  ke depan akan ada gempa besar di kawasan tersebut. Semoga ke depan tidak ada lagi kawasan2 seismic gap, kita berdoa semoga kita terus mendapatkan gempa-gempa kecil agar energi yang terkumpul tersebut terlepas. Kalau boleh saya asumsikan, “lebih baik gempa2 kecil yang sering terjadi (cicil) daripada tidak pernah terjadi gempa kemudian ada gempa besar seperti Desember 2004 (kontan)”.

Sumber: http://www.ibnurusydy.com/menelusuri-paleo-seismic-di-sumatra/